INILAHCOM, Jakarta--Pasar keuangan di Turki telah mengalami gejolak sejak sebelum pemilihan kepala daerah yang digelar pada Minggu (31/3/2019).
Mata uang lira turun 5% dalam tempo satu hari saja, sementara pasar saham kehilangan 10% dalam kurun waktu seminggu lebih.
Perekonomian Turki sejatinya mengalami masa yang sangat sulit, dengan resesi yang dibarengi dengan inflasi tinggi.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menuding Barat berada di balik kekacauan keuangan di negaranya.
Negara itu sempat menikmati pertumbuhan ekonomi yang kuat di bawah Presiden Erdogan.
Ia berkuasa tahun 2003 (pertama sebagai perdana menteri, dan kemudian sebagai presiden) setelah terjadi krisis keuangan besar yang memerlukan dana talangan Dana Moneter Internasional (IMF).
Setelah campur tangan IMF, ekonomi Turki berhasil mencatat pertumbuhan sehat, kecuali pada tahun 2009 saja ketika terjadi resesi dunia.
Selama kurun waktu 15 tahun sejak Erdogan berkuasa, perekonomian Turki berkembang dua kali lipat dengan rata-rata pertumbuhan 5,6% per tahun.
Namun, sekarang perekonomian menciut, baik pada kuartal ketiga maupun keempat tahun lalu. Berdasarkan definisi yang biasa digunakan, maknanya adalah Turki mengalami resesi.
Aktivitas ekonomi dalam tiga bulan terakhir tahun 2018 turun 3% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
Pengangguran juga tetap terjadi dan menjadi masalah yang semakin buruk. Menjelang Desember 2018, 4,3 juta warga Turki mencari kerja dan tidak menemukannya, sehingga tingkat pengangguran mencapai 13,5%.
Pemulihan mungkin saja terjadi dalam tataran tertentu, tetapi mungkin akan menjadi kejutan jika pertumbuhannya sampai ke tingkat yang terjadi baru-baru ini.
Selama empat tahun mendatang, IMF memperkirakan Turki akan kembali mengalami pertumbuhan. Namun IMF memprediksi pertumbuhannya tidak melebihi 2,5%, dan bahkan lebih rendah untuk tahun-tahun tertentu.
Bagi negara dengan pertumbuhan pesat apalagi potensi pertumbuhannya seharusnya relatif baik, pertumbuhan yang diperkirakan IMF tersebut tidaklah impresif.
Turki juga mengalami masalah inflasi yang serius. Harga barang-barang konsumsi pada Februari hampir 20% lebih tinggi dari periode yang sama tahun sebelumnya. Angkanya pada Oktober lebih dari 25%.
Bank sentral biasanya mengatasi inflasi dengan menaikkan suku bunga yang membuat pinjaman ke pihak perusahaan dan nasabah pribadi lebih mahal sehingga mereka mengurangi pengeluaran. Dengan demikian tekanan yang biasanya mendorong kenaikan harga berkurang.
Bank sentral Turki memang menaikkan suku bunga secara drastis tahun lalu. Suku bunga utamanya dipatok sangat tinggi pada tingkat 24%. Tetapi Erdogan tidak setuju.
Pandangan Erdogan sangatlah tidak lazim, dan hal itu dianggap sebagai persoalan di pasar keuangan.
Berkali-kali ia menyerukan perlunya suku bunga yang rendah dan selama beberapa hari terakhir, ia mengulangi hal yang sama.
Ia menekankan bahwa inflasi sudah turun dari tingkat tertinggi sebelumnya. Namun dikatakannya bahwa persoalan utama adalah tingkat suku bunga.
"Inflasi akan turun lebih lanjut dengan menurunkan suku bunga," kata Erdogan.
Anggapan tersebut berlawanan dengan pandangan bank-bank sentral pada umumnya, pasar keuangan dan pandangan di kalangan ahli ekonomi yang berkecimpung di dunia akademi.
Para investor menjadi ragu apakah bank sentral Turki benar-benar independen, meskipun sejauh ini, belum menanggapi seruan presiden untuk menurunkan suku bunga.
Suku bunga tinggi dapat membantu menstabilkan mata uang. Dengan demikian investor mendapat keuntungan lebih besar dalam mata uang lira, sehingga mereka terdorong untuk membelinya dan nilai mata uang tersebut ikut terangkat, atau setidaknya mengurangi tekanan agar nilai mata uang lira tidak terjun lebih rendah lagi.
Satu hal, Erdogan menyalahkan pihak-pihak luar: "Semua ini adalah upaya Barat, khususnya Amerika Serikat, untuk menyudutkan Turki."
Regulator perbankan menggelar penyelidikan terhadap perusahaan Amerika Serikat JP Morgan sehubungan dengan satu laporan yang dianggap menggoyang mata uang lira.
"Kita harus mendisiplinkan semua spekulan pasar," kata Erdogan sebagaimana dikutip media.
Biaya meminjam lira juga meningkat drastis di pasar keuangan. Beberapa laporan menyebutkan bank-bank Turki diperintahkan untuk menahan dana dalam bentuk lira. Jika tidak, dana itu bisa digunakan untuk praktik spekulasi mata uang.
Pemerintah juga menggelar pasar murah untuk bahan pangan tertentu.
Operasi pasar tersebut mungkin membantu keluarga-keluarga yang mengalami kesulitan, tetapi tidak akan menciptakan solusi yang ampuh untuk mengatasi inflasi Turki.
Mengenai langkah-langkah untuk menstabilkan mata uang, muncul keragu-raguan mendalam.
Dennis Shen dari perusahaan pemeringkat kredit Scope berpendapat: "Taktik seperti itu untuk memaksa lira stabil dan membatasi penjualan lira mungkin saja mengurangi tekanan spekulatif sampai batas tertentu untuk jangka pendek, tetapi akan membuat lira tidak menarik dalam jangka panjang, memotong investasi asing langsung dan portfolio eksternal dan arus utang ke Turki." [bbc/lat]
Baca Kelanjutan Seberapa Buruk Perekonomian Turki : https://ift.tt/2I3Hl49Bagikan Berita Ini
0 Response to "Seberapa Buruk Perekonomian Turki"
Posting Komentar