Search

Wartawan Senior Filipina Maria Ressa Ditangkap

INILAHCOM, Manila - Maria Angelita Ressa, wartawan senior yang juga pemimpin redaksi Rappler, situs berita yang kritis terhadap pemerintah Filipina, ditangkap di kantor pusatnya di Manila atas tuduhan 'cyber-libel'.

Maria Ressa mengatakan, tuduhan 'cyber-libel' atau 'fitnah-siber' tersebut sebenarnya adalah usaha pemerintah Rodrigo Duterte untuk membungkam media.

Ini adalah peristiwa terbaru dari serangkaian tuduhan beragam yang ditujukan kepadanya.

Presiden Duterte yang mengatakan situs tersebut 'berita palsu', sebelumnya menyangkal tuduhan terhadap Maria Ressa karena alasan politik.

Saat penangkapan, sejumlah wartawan Rappler melakukan live-stream di Facebook dan Twitter. Rekaman streaming di Facebook memperlihatkan petugas berpakaian sipil berbicara dengan Maria Ressa, sementara sejumlah wartawan situs tersebut melakukan live-tweet kejadian itu.

Petugas National Bureau of Investigations (NBI) dilaporkan memerintahkan mereka untuk berhenti memfilmkan dan mengambil foto.

Miriam Grace Go, editor berita Rappler, kemudian men-tweet bahwa agen NBI membawa Maria Ressa ke luar dari kantor Rappler.

Chay Hofilena, pimpinan jurnalisme investigatif Rappler, mengatakan kepada BBC News bahwa kekhawatiran utama mereka sekarang adalah memastikan Maria Ressa tidak harus bermalam di penjara.

"Maria saat ini berada di National Bureau of Investigations, dan kami berharap dia dapat mengajukan jaminan bebas malam ini, agar dia tidak perlu bermalam di penjara," katanya.

"Kami akan mencari seorang hakim di pengadilan malam yang bersedia memberikan jaminan bebas. Pengacara kami saat ini sedang dalam proses mencarinya," imbuh Hofilena.

Dia menambahkan, jika dapat mengajukan jaminan, maka Maria Ressa dapat dibebaskan dan mereka dapat lebih memusatkan perhatian pada kasus dan proses hukum.

Dakwaan terbaru terhadap Maria Ressa berasal dari laporan tujuh tahun lalu terkait dengan dugaan hubungan seorang pengusaha dengan mantan hakim di pengadilan tertinggi Filipina.

Kasus ini muncul berdasarkan undang-undang kontroversial 'cyber-libel', yang mulai berlaku pada bulan September 2012, empat bulan setelah tulisan yang dipertanyakan tersebut terbit.

Para pejabat pertama kali menuntutnya pada tahun 2017, tetapi sempat ditolak NBI karena batasan satu tahun untuk menuntut kasus fitnah telah terlewati. Tetapi pada Maret 2018, NBI membuka kembali kasus itu.

Penangkapan dilakukan hanya dua bulan setelah Maria Ressa dilaporkan mengajukan jaminan bebas terkait dugaan pemalsuan pajak, yang dia katakan juga 'direkayasa'.

Jika dia dihukum hanya berdasarkan satu tuduhan penggelapan pajak, Maria Ressa dapat dikenakan hukuman penjara sampai 10 tahun. Sementara tuduhan 'cyber-libel' dapat menghukum seseorang sampai 12 tahun penjara.

Berbicara setelah penangkapannya, wartawan senior ini mengatakan dirinya 'terkejut bahwa hukum dilanggar sampai ke titik di mana dia tidak bisa lagi mengenalnya lagi'.

Sejarah Rappler

Rappler didirikan pada tahun 2012 oleh Maria Ressa dan tiga wartawan lainnya. Sejak saat itu, media ini dikenal di Filipina lewat penyelidikannya yang tajam.

Media ini juga satu dari beberapa organisasi pers di Filipina yang secara terbuka mengkritik Presiden Duterte, selalu mempertanyakan ketepatan pernyataannya dan mengecam kebijakannya.

Rappler terutama menerbitkan sejumlah laporan yang kritis terhadap perang Duterte melawan narkoba, di mana polisi mengatakan sekitar 5.000 orang meninggal dalam tiga tahun terakhir.

Pada Desember lalu, media ini juga melaporkan pengakuan Duterte bahwa dirinya melecehkan seksual seorang pembantu pembantu rumah tangga.

Duterte pun menegaskan laporan situs tersebut adalah 'berita palsu' dan melarang wartawan Rappler meliput kegiatan resminya.

Tahun lalu, negara mencabut izin situs, tetapi Duterte menyangkal bahwa tuntutan terhadap Rappler dan Maria Ressa bermotif politik.

Siapa Maria Ressa?

Maria Ressa adalah wartawan senior Filipina yang sebelum mendirikan Rappler, menghabiskan karirnya dengan CNN --pertama sebagai kepala biro di Manila dan kemudian di Jakarta, Indonesia.

Dia juga merupakan wartawan investigatif utama media AS tersebut terkait dengan terorisme di Asia Tenggara.

Dia memenangkan sejumlah penghargaan internasional karena liputannya dan dipilih menjadi 'Time Magazine Person of the Year 2018' karena usahanya mempertanyakan tanggung jawab kekuasaan di lingkungan yang semakin memusuhinya.

Apa artinya bagi jurnalisme Filipina?

Pendukung kebebasan pers memandang ini sebagai usaha untuk menggertak organisasi berita yang kritis, agar menjadi bungkam.

National Union of Journalists Filipina, sebagai contohnya, segera mengutuknya.

"Penangkapan Maria Ressa berdasarkan tuntutan 'fitnah-siber' yang jelas-jelas direkayasa adalah tindakan persekusi tanpa malu dari sebuah pemerintahan penggertak," kata serikat tersebut kepada Reuters.

"Pemerintah... sekarang sudah terbukti akan melakukan segalanya untuk membungkam media yang kritis."

Sementara itu, wartawan Rappler terus mengirim tweet terkait penangkapan Maria Ressa dengan tagar #DefendPressFreedom.

Para pengamat mengatakan kebebasan pers di Filipina --yang pernah menjadi yang terkuat di Asia-- menjadi lemah di bawah pemerintahan Duterte.

Sejak tahun 1986, tercatat 176 wartawan dibunuh di negara itu, sehingga menjadikan Filipina sebagai salah satu negara yang paling berbahaya bagi wartawan di dunia.

Tahun 2016, presiden dikecam karena mengatakan sebagian dari wartawan tersebut memang layak mati.

Let's block ads! (Why?)

Baca Kelanjutan Wartawan Senior Filipina Maria Ressa Ditangkap : http://bit.ly/2N3eRrG

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Wartawan Senior Filipina Maria Ressa Ditangkap"

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.