SIAPAKAH Johannes Marliem, saksi kunci kasus E-KTP yang tewas di kawasan Fairfax, Los Angeles AS?
Namanya mulai dikenal di panggung politik AS pada tahun 2013, pada saat Johannes Marliem memberikan sumbangan politik sebesar US$225 ribu kepada Barrack Obama yang terpilih menjadi presiden AS untuk kedua kalinya.
Kelompok pengamat politik Watchdog.com di Minnesota mengungkapkan, Johannes Marliem menyumbang dana dua kali lipat dari sumbangan dana yang diberikan Alida Rockefeller Messinger, salah satu saingan dekatnya sesama Kubu Demokrat.
Bahkan Marliem berhasil meningkatkan sumbangan hingga US$70 ribu dan memberi sumbangan US$2.500 dari kocek pribadinya. Karena sumbangannya yang cukup besar itulah, Johannes Marliem dan istrinya didapuk ke atas panggung dan bersalaman dengan Presiden Obama, dalam sebuah acara yang digelar Komite Nasional Demokrat.
"Satu-satunya donor terbesar yang disumbangkan oleh salah satu penduduk Minnesota yang tidak terdengar namanya adalah Johannes Marliem, dari Wayzata," tulis Laman Minnesota Public Radio.
Namun lain halnya yang ditulis kelompok pemerhati politik Watchdog.org. Menurut laman kelompok itu, "Lelaki kelahiran Indonesia dan Mai Chie Thor, istrinya tetap menyumbang ke Partai Demokrasi meski mereka dililit kontroversi," tulis Watchdog.org. Kontroversi itu, tak lain adalah kasus pencurian dan penipuan pada 2010.
"Sebuah kasus kriminal yang cukup berat," tulis laman tersebut. Bahkan, setahun sebelumnya, Johannes Marliem juga mengalami pailit sehingga rumahnya disita pihak bank krediturnya. Bandingkan dengan sumbangan yang diberikan Senator Al Franken dari Demokrat yang memberi sumbangan hanya US$305 saja. Tanpa tiga nol di belakangnya.
Brad Woodhouse, pejabat Komite Demokratik Nasional, menjelaskan bahwa kasus kriminal penyumbang dana itu tak muncul saat memberikan sumbangan dana politik. "Kalau tahu begini, kami tidak akan menerima sumbangan dari dia," kata Brad Woodhouse. Tak jelas ke mana dana sumbangan Johannes Marliem itu, yang pasti sumbangan itu tak dikembalikan.
Mai Chie Thor, istrinya menyumbang dana hingga US$100 ribu bagi Organisasi Penggalangan Dana Kemenangan Obama, pada 4 Juni 2012. Padahal, menurut catatan Komisi Pemilihan Federal, Mai Chie Thor terdaftar sebagai ibu rumah tangga, sehingga patut dicurigai dari mana dana sebanyak itu tak ketahuan sumbernya.
Apalagi, seperti yang tercantum dalam Marliem Marketing Group, Johannes Marliem selaku CEO perusahaan tersebut adalah lulusan University of Minnesota yang sebelumnya bekerja di Best Buy, salah satu toko elektronik terbesar di AS.
Dalam rentang waktu dua tahun, Johannes Marliem dan istrinya mampu membeli rumah mewah seharga US$2 juta dekat Danau Minnetonka, Minnesota yang cukup indah. Bahkan, seperti dilaporkan Twin Cities, lelaki Indonesia itu memberikan sumbangan sebesar US$66 ribu ke Kebun Binatang Como Park Zoo untuk menyelamatkan orang utan yang didatangkan dari Indonesia dan Malaysia.
"Dukungan dari komunitas murah hati seperti Johannes Marliem, menjadikan Como Zoo mampu meneruskan misinya di bidang konservasi alam dan pendidikan," kata Michelle Fuhrer, Direktur dan Manajer Kampus Como Park Zoo and Conservatory. "Orang utan bisa menjadi duta untuk memberikan inspirasi bagi pengunjung tentang kehadiran sesama makhluk dan konservasi alam," sambung Michelle Fuhrer.
Kondisi keuangan pasangan Johannes yang mendadak makmur pada 2012, tampaknya sesuai dengan rentang waktu Proyek Pengadaan E-KTP di Kementerian Dalam Negeri pada 2011-2012. Ada dugaan bahwa proyek bernilai total Rp 5,9 triliun itu, digerogoti banyak pejabat legislatif dan eksekutif Indonesia, sehingga negara dirugikan hingga US$2,3 triliun.
Dalam wawancaranya dengan Koran TEMPO, Johannes Marliem mengaku merekam seluruh pembicaraan para perancang proyek Kartu Tanda Penduduk Elektronik itu. Johannes mengaku menyimpan setiap pembicaraan selama 4 tahun dalam file sebesar 500 GB. Termasuk pembicaraan dengan Setya Novanto. "Mau jerat siapa lagi? Saya punya rekamannya," tantang Johannes Marliem.
Lalu, terjadilah peristiwa tragis di pusat kota Los Angeles, AS. Sekitar pukul 16.30 sore waktu setempat 8 Agustus 2017. "Sebuah panggilan darurat diterima jajaran kepolisian Los Angeles LAPD," tutur Sersan Ed Villalta kepada para wartawan. Laporan tersebut mengungkapkan seorang lelaki menyandera seorang perempuan dan seorang bocah perempuan di sebuah rumah beralamatkan 600 North Edinburgh Avenue, Los Angeles. Lelaki yang tak menyebutkan namanya itu juga mengancam hendak melakukan bunuh diri dengan senjata yang tengah dipegangnya saat itu.
Satuan polisi dikirim ke alamat tersebut, untuk membebaskan kedua sandera. Upaya negosiasi yang berlangsung cukup alot membuahkan hasil pukul 19.30 malam, ketika pintu rumah terbuka dan seorang perempuan dan putrinya keluar dari rumah. Namun, negosiasi masih berlangsung, mengingat petugas belum tahu berapa banyak sandera yang disekap di dalam bangunan itu. Satuan Tim SWAT - kepanjangan dari Special Weapons and Tactics - pun terpaksa diterjunkan untuk membantu pihak kepolisian menuntaskan kasus tersebut.
Seluruh jalur masuk ke kawasan itu diblokade dan para penghuni lain di sekitar tempat kejadian diungsikan ke tempat aman. Tim SWAT bersama petugas FBI dan kepolisian mengepung rumah lelaki yang mengaku mempersenjatai diri itu. Upaya negosiasi yang berlangsung hingga pukul 23.50 malam, tetap tak membuahkan hasil, dan lelaki bersenjata masih ngotot tidak mau menyerahkan diri.
''Kami yang terperangkap di sekitar lokasi kejadian tiba-tiba mendengar 20 hingga 30 kali tembakan terdengar di sekitar rumah itu,'' kata Zigmund Gron yang berdiri menonton pengepungan di lokasi itu, bersama 50 orang lainnya.
Lalu, sekitar pukul 2.00 pagi buta, sejumlah petugas SWAT berpakaian hitam merangsek masuk ke bangunan tersebut sambil melepaskan tembakan gas air mata. ''Di dalam bangunan itu, kami mendapati tersangka tewas. Tidak ada penyandera lain,'' tutur juru bicara satuan LAPD Liliana Preciado.
Ditambahkannya, petugas kepolisian dan tim SWAT tidak melepaskan tembakan sama sekali saat penyerangan karena tersangka ditemukan dalam kondisi tak bernyawa. Juru bicara kantor forensik LAPD Ed Winter mengungkapkan, tersangka pelaku adalah lelaki berusia 30 tahun dan namanya masih belum diungkap untuk menjaga kerahasiaan keluarganya.
Tragedi bunuh diri ini menjadi berita utama di Indonesia. Sejumlah media mengabarkan kasus bunuh diri Johannes Marliem. Di situs Marliem Consulting, Johannes Marliem duduk sebagai CEO Marliem Consulting, sebuah perusahaan konsultan yang menghubungkan kebutuhan pemerintah dan badan resmi lainnya dengan teknologi biometrik. Termasuk identifikasi sidik jari dan DNA juga karakter suara, secara elektronik.
Sayangnya, situs itu tidak menampilkan proyek yang menjadi proyek portfolio Marliem Consulting. Kecuali gambar Kartu Tanda Penduduk Indonesia Elektronik yang dipasang sebagai latar belakang. Itu pun hanya bagian atasnya saja.
Pengunjung situs itu juga tak dapat menemukan profil dan keterangan lengkap siapa saja jajaran direksi perusahaan yang fotonya dipasang di laman tersebut. Hanya satu lembar halaman berlatar belakang kawasan wisata Indonesia dan beberapa penjelasan mengenai Indonesia dan Johannes Marliem.
Baca Kelanjutan Johannes Marliem, Donatur Obama yang Murah Hati : http://ini.la/2397465Bagikan Berita Ini
0 Response to "Johannes Marliem, Donatur Obama yang Murah Hati"
Posting Komentar