Search

Mugabe Tolak Mundur dalam Tekanan Massa

INILAHCOM, Harare - Presiden Zimbabwe Robert Mugabe membuat terkejut rakyatnya karena menolak mundur dari jabatannya. Dia pun bersumpah untuk tetap berkuasa, meski partai sudah mengultimatumnya dan rakyat sudah merayakan kejatuhannya.

Dalam sebuah pidato yang disiarkan langsung televisi, Senin (20/11/2017), Mugabe mengatakan bahwa dia akan memimpin kongres partai yang berkuasa, Zanu-PF, pada bulan depan.

Padahal sehari sebelumnya, Partai Zanu-PF telah memecat Mugabe sebagai ketua partai, dan memberinya waktu kurang dari 24 jam untuk mengundurkan diri sebagai presiden, atau dipecat melalui pemakzulan.

Dua sumber, seorang anggota senior pemerintah dan seorang lagi yang dekat dengan sumber pimpinan militer, sempat menginfokan kepada kantor berita Reuters pada Minggu (19/11/2017) bahwa Mugabe akan mengumumkan pengunduran diri secara nasional setelah Partai Zanu-PF memecatnya sebagai pimpinan.

Namun, Mugabe saat berpidato di Kantor Kepresidenan Zimbabwe, sambil duduk bersama barisan sejumlah jenderal, justru menyinggung kecaman dari Zanu-PF, pihak militer, dan publik terhadap dirinya, tapi tidak menyinggung soal posisi dirinya sendiri sebagai presiden.

Malahan, dia menegaskan bahwa apa yang terjadi dalam beberapa pekan belakangan bukanlah tantangan terhadap kekuasaannya sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, dan berjanji untuk tetap memimpin kongres yang dijadwalkan bulan depan.

Pemimpin oposisi Morgan Tsavangirai mengaku sangat terkejut dan tidak bisa berkata-kata dengan sikap Mugabe tersebut.

"Saya sungguh bingung. Bukan cuma saya, tapi seluruh negeri. Ia memainkan sebuah permainan. Ia mencoba menipu semua orang. Ia membiarkan seluruh bangsa ini kecewa," katanya.

Partai ZANU-PF telah memberikan Mugage, pria berusia 93 tahun dan memimpin Zimbabwe sejak 1980, waktu kurang dari 24 jam untuk mundur sebagai kepala negara atau menghadapi pemakzulan.

Langkah pemakzulan tersebut merupakan usaha untuk menjaga agar masa jabatan Mugabe bisa berakhir secara damai setelah militer melakukan kudeta.

Chris Mutsvangwa, pemimpin veteran perang kemerdekaan yang menjadi ujung tombak upaya mendongkel Mugabe selama 18 bulan, menegaskan bahwa upaya untuk menurunkan sang Presiden Zimbabwe di parlemen akan jalan terus, dan bakal berlangsung unjuk rasa besar pada Rabu besok (22/11/2017).

Menurut dia, Mugabe yang bicara bernada keras, seperti tidak menyadari apa yang terjadi dalam beberapa jam sebelumnya.

"Mungkin seseorang di Partai Zanu-PF tidak memberi tahu apa yang telah terjadi di dalam partai, sehingga ia terus berpidato, atau ia memang sudah buta atau tuli sehingga tidak mendengar apa yang telah disampaikan orang partai kepadanya," kata Mutsvangwa.

Komite Pusat Zanu-PF telah menunjuk Emmerson Mnangagwa sebagai pimpinan yang baru.

Sebelumnya, Mugabe telah memecat Mnangagwa sebagai wakil presidennya untuk melicinkan jalan bagi sang istri Grace Mugabe untuk menggantikannya, sehingga memicu campur tangan pihak militer dalam demokrasi negeri di kawasan Afrika itu.

Pada Sabtu (18/11/2017), ratusan ribu pengunjuk rasa turun ke jalan di Ibukota Harare untuk merayakan Mugabe yang diharapkan lengser dan menginginkan era baru di negara mereka.

Sebagian besar rakyat Zimbabwe menginginkan 'kemerdekaan kedua', dan menyatakan keinginan dan harapan mereka agar terjadi perubahan situasi ekomoni dan politik yang dalam dua dekade ini terakhir terpuruk ke jurang depresi.

Sebagaimana halnya lebih dari 3 juta warga Zimbabwe yang pindah ke Afrika Selatan untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik, rakyat Zimbabwe pada umumnya kecewa dengan sikap keras kepada Mugage yang tidak mau mundur dari kursi kepresidenan.

Berbicara dari lokasi yang dirahasiakan di Afrika Selatan, keponakan Mugage, Patrick Zhuwao, kepada Reuters mengungkapkan bahwa Mugabe dan istrinya 'siap mati atas apa yang dianggap benar', daripada mundur untuk mengakui sesuatu yang digambarkan sebagai kudeta.

Chatunga, anak Mugabe, dikabarkan juga mati-matian membela sang ayah.

"Kalian tidak bisa memecat pemimpin revolusi. Partai Zanu-PF tidak ada apa-apanya tanpa Presiden Mugabe," kata Chatunga melalui akun Facebook miliknya.

Sebagian warga di Harare sebenarnya bisa memahami campur tangan militer yang lebih lunak jika memang hanya sekedar untuk membantu proses alih kekuasaan, dibanding kudeta yang bisa menimbulkan kekacauan.

Tapi, sebagian lawan politik Mugabe merasa tidak nyaman dengan terlalu besarnya peran militer dan khawatir kalau Zimbabwe akan jatuh ke tangan penguasa dukungan militer.

"Bahaya yang nyata dari situasi sekarang ini adalah setelah mendapatkan calon dari pihak mereka di istana presiden, maka pihak militer akan memaksakan untuk terus bertahan disana," kata mantan Menteri Pendidikan David Coltart.

Amerika Serikat, yang sudah lama menentang Mugabe, menyatakan bahwa mereka menginginkan era baru di Zimbabwe.

Sementara itu, Presiden Botswana Ian Khama, yang merupakan tetangga dekat Zimbabwe, mengakui bahwa Mugabe sudah tidak mendapatkan dukungan diplomatik di kawasan, dan sebaiknya segera mundur.

Selain mengganti pemimpin, Partai Zanu-PF menyatakan bahwa mereka menginginkan perubahan konstitusi untuk mengurangi kekuasaan presiden, sebuah keinginan ke arah terjadinya sistem politik yang lebih pluralistis dan inklusif.

Let's block ads! (Why?)

Baca Kelanjutan Mugabe Tolak Mundur dalam Tekanan Massa : http://ini.la/2419416

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Mugabe Tolak Mundur dalam Tekanan Massa"

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.