PENANGKAPAN belasan pangeran dan sejumlah pengusaha Arab Saudi oleh komisi antikorupsi Riyadh merupakan langkah kuda Putra Mahkota Muhammad bin Salman dalam upaya konsolidasi kekuasaannya menuju Saudi-1.
Hampir pasti gebrakan itu bukan semata-mata bertujuan memberantas korupsi, melainkan terkait konsolidasi 'Putra Mahkota' Dinasti Salman menuju suksesi di Kerajaan Arab Saudi. Bagaimana kemungkinan ke depan?
Tercatat 11 pangeran dan empat Menteri ditangkap, diringkus. "Tanah Air tidak akan bertahan, kecuali korupsi diberantas hingga akarnya dan pelaku korupsi dimintai pertanggungjawaban," kata Ketua KPK Arab Saudi Pangeran Muhammad bin Salman yang juga Putra Mahkota'kerajaan itu kepada Reuters.
Penangkapan itu juga menimpa Menteri Garda Nasional Arab Saudi, Pangeran Mutaib bin Abdullah, suatu isyarat bahwa konsolidasi politik Muhammad bin Salman dan perebutan singgasana kekuasaan di antara beberapa dinasti kerajaan, sedang berlangsung.
Sebanyak 11 pangeran, empat menteri, dan puluhan mantan menteri ditangkap oleh otoritas Arab Saudi dalam sebuah penyelidikan kasus oleh komisi yang dikepalai wakil perdana menteri itu, termasuk Pangeran Al-Walid bin Talal, seorang pengusaha dan investor saham yang terkenal sebagai satu dari miliarder terkaya di dunia.
Alwaleed bin Talal adalah mantan Menteri Keuangan Arab Saudi, juga dikenal sebagai pemilik perusahaan permodalan Kingdom Holding Company yang berbasis di Riyadh, Arab Saudi. Kekayaan pribadi Alwaleed berdasarkan pengakuannya pada 2015 menjadi Rp429 triliun. Toh demikian Alwaleed yang kaya raya bukan dianggap sebagai bagian dari anggota kerajaan.
Raja Salman menunjuk Muhammad bin Salman untuk mengepalai badan pemerintahan yang disebut berhak untuk menyelidiki, menangkap, dan membekukan aset terkait dugaan korupsi itu.
"Saya kira ini bagian dari konsolidasi penguasa baru, terutama putra mahkota Muhammad bin Salman yang ingin melakukan modernisasi dan reformasi Saudi. Visi Saudi 2050 memaksa Kerajaan untuk melakukan efesiensi dan memastikan semua anggota istana mendukung programnya," jelas Yon Machmudi, PhD, Ketua Program Pascasarjana Kajian Timur Tengah dan Islam, Universitas Indonesia.
Saudi mengalami defisit anggaran 21,6 persen pada 2015 dan 19,4 persen pada 2016, dan negara ini perlu menyesuaikan pengeluaran belanja. Negara ini, kata IMF, terancam merosot tajam. Karena itu, IMF mendesak agar Saudi tidak bangkrut.
Saat ini, Saudi menghadapi defisit anggaran untuk pertama kalinya sejak 2009. Penurunan harga minyak mentah sangat memengaruhi perekonomian Kerajaan sejak pendapatan penjualan minyak mencapai 80 persen dari total pendapatannya. Keadaan ini mendorong pemerintah memotong pengeluaran, menunda proyek-proyek, dan menjual obligasi.
Tahun 2015, aset bersih negara itu turun sekitar US$82 miliar dari Januari hingga Agustus. Pemerintah menjual obligasi negara senilai US$15 miliar (55 miliar riyal) tahun ini. Defisit anggaran juga menyebabkan PHK dalam proyek-proyek di Saudi.
Penerimaan Saudi dari minyak anjlok tajam, anggaran negara minus hingga 15 persen mencapai US$98 miliar dolar tahun lalu dan tahun ini diperkirakan US$87 miliar atau mencapai Rp 1.200 triliun.
IMF mengatakan prospek ekonomi di kawasan saat ini dipengaruhi oleh beberapa faktor utama yang paling penting, termasuk meruncingnya konflik regional di Timur Tengah dan harga minyak yang merosot.
Konflik telah melahirkan sejumlah besar masalah dan pengungsian, pada skala yang belum terjadi sejak awal 1990-an sampai hari ini.
Maka, kunjungan Raja Salman ke Asia tahun ini memberikan harapan baru bagi Riyadh akan prospek ekonomi Saudi ke depan. Setidaknya, sejumlah negara Asia menjadi importir berarti bagi minyaknya yang melimpah, namun kekurangan pasar.
Untuk melempangkan Putra Mahkota dari 'gangguan' internal, Raja Salman juga memecat Pangeran Miteb bin Abdullah dari kedudukan Menteri Garda Nasional dan digantikan oleh Khaled bin Ayyaf. Menteri Garda Nasional selama ini memegang kekuatan yang luar biasa di Arab Saudi.
Kalau Pangeran Miteb, anak kesayangan mendiang Raja Abdullah, masih memegang jabatan akan menjadi ancaman tersendiri bagi Putra Mahkota Pangeran Mohammed bin Salman.
Terlebih sebelum Mohammed ditetapkan sebagai calon pewaris tahta, Pangeran Miteb pernah disebut-sebut sebagai calon pewaris tahta Raja Salman. Selama ini pewaris tahta Kerajaan Arab Saudi memang tidak pernah jatuh ke keturunannya langsung. Melainkan ke pangeran yang lain.
Namun secara mengejutkan Raja Salman mengakhiri tradisi itu dengan mengangkat anaknya sendiri menjadi Putra Mahkota.
Raja Salman dan Muhammad bin Salman dilihat AS/Barat sebagai dalang utama dari penangkapan dan pembersihan antikorupsi tersebut. Salman ingin anak lelakinya itu menjadi penggantinya kelak.
Pertanyaan kuncinya adalah: Bagaimana kalau AS/Barat tidak setuju dengan suksesi yang dipaksakan oleh Raja Salman itu? Hampir pasti, destabilisasi dan chaos politik internal kerajaan bakal terjadi dan sangat mungkin, giliran dinasti politik Raja Salman yang 'dimarginalisasi' atau bahkan dihabisi?
Pada akhirnya, adu kuat di kalangan elite kerajaan untuk meyakinkan AS/Barat tentang siapa yang berhak menggantikan Raja Salman menjadi teka-teki atau misteri, sebab apa yang terjadi dalam pembersihan kali ini masih merupakan 'gejolak transisi' yang tidak pasti.
Bagaimanapun, Al-Walid bin Talal, dan Pangeran Miteb bin Abdullah yang dikenal dekat dengan AS/Barat tak akan tinggal diam karena posisi mereka sudah sangat terancam. (berbagai sumber)
Baca Kelanjutan Meraba Masa Depan Dinasti Raja Salman : http://ini.la/2416351Bagikan Berita Ini
0 Response to "Meraba Masa Depan Dinasti Raja Salman"
Posting Komentar