Search

Selamat Jalan Achmad Subechi, Wartawan Lucu yang Sederhana - Kompas.com - Nasional Kompas.com

KOMPAS.com - Mengenang Achmad Subechi seringkali sama artinya dengan menceritakan kisah-kisah konyol seputar dirinya yang membuat kita tertawa tergelak.

Pria tinggi kurus yang kerap kami panggil Mas Bechi ini memang punya segudang pengalaman dan cerita lucu yang membuat orang mudah dekat dengannya.

Cerita yang dikisahkan Ignatius Sawabi, rekan kerja selama menjadi wartawan adalah salah satunya.

"Aku biasa menyebutnya Bec, sesuai inisialnya dalam menulis berita," tulis Sawabi yang kami panggil Mas Abi.

"Aku kenal tahun 1989, tepatnya bulan Agustus, saat Kompas Gramedia hendak mendirikan harian Surya di Surabaya. Setahun setelah itu, aku ditugaskan ke Jakarta sedangkan Bec tetap di Surabaya."

Tahun 2003 keduanya kembali berkumpul, tetapi di Balikpapan. Nah di sinilah ada kenangan yang cukup menggelikan.

"Bec adalah orang yang kadang lucu meski tidak melawak. Aku sekamar dengan dia di mess Jl Indrakila, di mana dia suka bercerita soal hantu, supranatural dan hal-hal semacam itu."

"Suatu saat Bec mengatakan bahwa di samping bawah mesin cetak Tribun Kaltim ada jin penunggunya. Maka bersama beberapa kawan dia berencana menyelidiki lokasi tersebut. Waktu itu koran sudah selesai cetak sekitar pukul 02.00 pagi."

"Aku mendengar rencana itu, namun menolak saat diajak. Meski begitu, saat mereka berangkat aku mengikuti dari belakang. Ketika mereka sedang bersiap berdoa atau melakukan sesuatu di lokasi, aku melihat di dekat situ ada tong besi."

"Aku pun melempar tong besi itu dari atas, memakai batu, lalu balik ke kantor."

Sekitar 10 menit kemudian Bec kembali ke kantor dengan sepatu dan celana belepotan tanah.

Sawabi pura-pura cuek lalu bertanya, "Celanamu kok belepotan kenapa Bec?"

Jawabnya, "Jembuk Bi, dhemitnya ngelawan." (Jembuk adalah istilah Bec untuk membahasakan suasana yang kacau atau gagal).

"Sampai hari ini dia tidak tahu kalau aku yang melempar tong tersebut," cerita Sawabi.

Peristiwa lain disampaikan oleh Hery Prasetyo, wartawan senior yang juga pernah bekerja bersama Achmad Subechi.

Menurutnya Bechi kerap secara tidak sadar mengambil korek gas yang tergeletak di meja secara sembarangan, entah punya siapa. Sehingga di kantongnya kita sering mendapati banyak korek gas.

Suatu ketika, saat sedang rapat di Kompas.com, salah satu korek bocor dan berdesis keras. Bechi melompat dan kaget bukan kepalang, tapi peserta rapat lain tertawa terbahak-bahak.

Ternyata di saku belakang celananya, ada 5 korek gas. Mungkin karena tergesek-gesek, salah satu korek tersebut bocor dan gasnya menyembur dengan suara desis yang kencang.

Bechi juga tidak segan menceritakan "pengalaman bodohnya" sendiri untuk menghibur kami.

Saat mulai memiliki uang untuk mencicil rumah, ia memilih sepetak tanah yang hendak dibangun menjadi perumahan.

Di sela kesibukannya sebagai wartawan, ia selalu menyempatkan diri menengok kemajuan pembangunan calon rumahnya.

"Setiap kali datang, aku kasih uang ke tukang yang menggarapnya supaya dia sungguh-sungguh mengerjakannya," ujar Bechi suatu ketika dalam bahasa Jawa logat Surabaya.

"Kadang aku ajak ngobrol, kadang kubawain kopi atau rokok agar rumahku lebih diperhatikan."

Nah ketika tiba saat penyerahan, Bechi pun mengambil kunci dan segera ingin menikmati rumah. Tapi kunci itu ternyata tidak bisa digunakan untuk membuka rumah paling rapi di lokasi itu.

"Lalu aku tanya ke pengembang, namun dijawab bahwa aku memasuki rumah orang lain, rumahku ternyata bukan bangunan yang selama ini aku awasi," ujar Bechi sambil menepuk dahi.

Sontak kami semua tertawa mendengarnya.

Sebagai catatan, kebiasaan memegang dan menepuk dahi saat bicara ini memang menjadi ciri Achmad Subechi yang kerap diperagakan teman-temannya saat menceritakan tentang dirinya.

Memang sebagian besar kenangan terhadap Achmad Subechi adalah soal-soal yang lucu, meski dia tidak bermaksud melucu.

Namun ia juga menunjukkan diri sebagai wartawan lapangan yang bisa masuk ke mana saja.

Diceritakan Hery Prasetyo, saat bekerja di Tabloid Bangkit dan mulai jenuh menulis berita politik pasca reformasi, Bechi punya ide liputan ke Taman Lawang, mengungkap sisi humanisme para waria.

"Kita jadi tahu betapa dramatis kisah mereka, termasuk kegetiran mereka lari dikejar polisi," tulis Hery.

Pernah suatu ketika ada peristiwa penembakan di jalan tol. Waktu itu Kompas.com sedang mengembangkan diri dan bersinergi dengan media lain di Kompas Gramedia.

Achmad Subechi ketika itu hadir sebagai perwakilan dari harian Tribun dan duduk bersama kami di ruang redaksi.

Kami para wartawan baru saat itu tidak tahu harus menghubungi siapa dan konfirmasi ke mana karena peristiwa penembakan itu terjadi di luar kota, sementara kami biasanya hanya main di Jakarta.

Mengetahui kegundahan itu, Bechi segera membuka buku telepon, lalu memutar nomor di pesawat telpon. Ia berbicara kepada orang di seberang seolah seorang atasan sedang mencari informasi pada bawahannya.

Setelah selesai, ia meminta kami menuliskan hasil percakapannya.

Dengan heran kami bertanya, "Siapa itu Cak? Kenal tah, kok bisa langsung ngasih informasi?"

"Yo enggak. Mungkin aku dikira atasannya," ujar Bechi sambil tertawa.

Rupanya Bechi menelpon kantor polisi setempat, namun nada bicaranya membuat dia dikira orang dari pusat yang minta informasi.

Peristiwa tersebut mengajarkan bahwa seorang wartawan harus cerdik mencari berbagai jenis informasi walau situasinya sulit.

Namun sesungguhnya Bechi bukan tipe yang ingin terlihat berwibawa atau menghadirkan diri sebagai orang penting. Bechi justru kerap menempatkan diri sebaliknya, bahkan ketika menjabat sebagai pemimpin redaksi Kompas.com.

Rambutnya dibiarkan panjang, dengan bagian samping tipis yang dianggap ketinggalan jaman. Celananya pun jins lusuh dipadukan dengan kemeja flanel, membuatnya lebih mudah diterima banyak orang.

Hery Prasetyo menggambarkan bahwa gaya Bechi yang terkesan jalanan, justru mencairkan suasana hingga ia dikenal banyak orang, dari tokoh politik, artis, hingga konglomerat.

Dalam banyak kesempatan, hal yang dikenang oleh teman-teman wartawan juniornya adalah bahwa Bechi kerap menekankan agar kami mengangkat sisi humanisme dalam sebuah peristiwa.

Istilah yang digunakannya adalah "micro people". Maksudnya adalah agar kita mencari hal-hal detail, yang mikro, tentang orang-orang yang terlibat dalam sebuah peristiwa.

Pendekatan itu terbukti membuat berita lebih banyak dibaca dan mampu menggambarkan banyak sisi lain dari sebuah kejadian.

Sisi lain dari rasa percaya dirinya adalah soal berkesenian. Ia sering bermain gitar dan bernyanyi dengan suara yang digetar-getarkan.

Pernah pada awal pindah ke Jakarta, rumah kontrakannya yang sempit di Kebayoran Lama digedor tetangga karena ia menyanyi dan bermain gitar dengan suara keras.

Begitu cintanya Bechi terhadap musik, ia sempat mencoba membentuk grup bersama Hery Prasetyo untuk mengisi kekosongan ketika saat Iwan Fals sedang berduka karena kematian anaknya Galang Rambu Anarki.

Idenya memang kerap terdengar konyol, namun itulah Bechi yang hidupnya mengalir begitu saja tanpa banyak rencana.

Hari ini, Minggu 3 Desember 2023, kami tersentak mendengar kabar bahwa Achmad Subechi telah berpulang setelah sempat tidak sadarkan diri.

Meski kepulangannya membawa duka, namun kisah yang diceritakan tentangnya selalu membuat kita tertawa. Selamat jalan Mas Bechi...

Baca juga: Achmad Subechi, Wartawan Jalanan Berjiwa Proletar

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Adblock test (Why?)



"selamat" - Google Berita
December 03, 2023 at 10:54PM
https://ift.tt/rNZnFj9

Selamat Jalan Achmad Subechi, Wartawan Lucu yang Sederhana - Kompas.com - Nasional Kompas.com
"selamat" - Google Berita
https://ift.tt/jc9qk1A
Shoes Man Tutorial
Pos News Update
Meme Update
Korean Entertainment News
Japan News Update

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Selamat Jalan Achmad Subechi, Wartawan Lucu yang Sederhana - Kompas.com - Nasional Kompas.com"

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.