REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Muhammad Akbar, Jurnalis Republika
Benedictus Benny Hadi Utomo. Sebuah nama lahir yang diberikan oleh kedua orangnya 69 tahun silam. Namun nama itu tak sepopuler jika orang menyebutnya Bens Leo. Mas Bens, begitu ia biasa disapa para juniornya, meninggal dunia usai berjuang melawan Covid-19 pada Senin (29/11) di RS Fatmawati, Jakarta.
Di saat semua penduduk negeri ini abai terhadap Covid-19, kepergian Mas Bens seakan menyentak banyak orang. Virus Corona sejatinya belumlah usai dan menghilang dari muka bumi ini, khususnya dari bumi pertiwi Indonesia.
Mas Bens, boleh jadi, di saat pergi ke kehidupan yang berbeda, tetap saja memberikan pengingat kepada siapa saja yang dikenalnya. Ya, semasa hidupnya, Mas Bens memang dikenang oleh musisi maupun jurnalis sebagai sosok yang ringan tangan dalam membantu. Ia selalu hadir. Ia juga selalu mengingatkan kepada sejawat dan rekan-rekannya untuk mengabarkan setiap ada sahabat yang kesulitan kalau mengalami penyakit.
Berbilang tahun yang lalu, Mas Bens telah membuktikannya. Ketika seorang jurnalis senior kesulitan untuk masuk ICU akibat gagal ginjal, Mas Bens langsung bergerak cepat. Belahan hatinya, dr Pauline Endang, langsung membukakan akses sang wartawan untuk mendapatkan tempat di RS Fatmawati. Rasanya, tak sekali dua bantuan semacam itu dilakukan oleh Mas Bens dan dokter Pauline yang sampai sekarang masih berjuang untuk sembuh dari Covid-19.
Sejatinya, Mas Bens tak hanya gemar meringankan kawan dan sejawatnya yang sakit. Di mata sejumlah seniman, Mas Bens juga dikenal keramahan dan ketajamannya dalam memberikan masukan. Dari sisi keramahan, pria yang selalu berpenampilan kemeja dengan rambut belah tengah itu, selalu senang menyapa rekan-rekannya lebih dulu.
Saya yang terbilang junior terakhir kali bertemu wajah dengan Mas Bens pada 10 November silam. Kami berjumpa di Hari Pahlawan untuk menyokong musik keroncong yang digawekan oleh musisi Indra Utami Tamsir.
"Gimana kabar sudah lama tidak bertemu," sapa Mas Bens dengan nada suara rendah yang menunjukkan sikap sopan kepada lawan bicaranya.
Dari sisi pengalaman, Mas Bens dikenal luas di industri musik sebagai jurnalis dan pengamat musik. Pergumulan awalnya dengan dunia jurnalistik ketika menjadi penulis di Majalah Aktuil pada awal dekade 1970an.
Pada masanya, majalah yang didirikan oleh Denny Sabri itu telah memberikan pengaruh yang besar terhadap perjalanan musik di tanah air. Bens hadir dengan tulisan-tulisannya yang nge-pop namun tetap kritis.
Di dalam buku berjudul Bens Leo dan Aktuil, Rekam Jejak Jurnalisme Musik, Bens yang masih berdarah muda pada masa itu, tak sungkan untuk menyampaikan kritik. Dalam buku tersebut, Mas Bens menyebut para sponsor musik layaknya cukong yang membuat kualitas musik seperti kacang goreng -- membuat musik bermutu masuk ke tong sampah. Mas Bens tak sungkan juga untuk memakai diksi “type kwacian” untuk menyebut lagu cengeng yang tak berbobot, dan musisi yang kurang berpengalaman disebutnya sebagai kelas “combro”.
Tapi di balik ketajamannya dalam menulis di masa muda, semua itu tak membuat sosoknya menjadi jemawa. Ia tetap pribadi yang humble. Tak cukup rasanya menghitung sudah berapa banyak musisi yang dibantunya untuk menjadi kesohor lewat masukan dan sarannya dalam berkecimpung di dunia musik.
Kini, air mata boleh saja mengalir untuk melepas kepergian Mas Bens. Meski air mata itu boleh saja terhapus tetapi kebaikan dan jejaknya buat kemajuan musik Indonesia akan selamanya dikenang. Selamat jalan, Mas Ben.
"selamat" - Google Berita
November 29, 2021 at 12:42PM
https://ift.tt/31czI6P
Selamat Jalan Mas Bens Leo... - Republika Online
"selamat" - Google Berita
https://ift.tt/35maaAR
Shoes Man Tutorial
Pos News Update
Meme Update
Korean Entertainment News
Japan News Update
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Selamat Jalan Mas Bens Leo... - Republika Online"
Posting Komentar